tugas besar analisa deformasi dan geodinamika
FOCAL MECHANISM GEMPA INDONESIA TAHUN
2017 – KASIGUNCU POSO
|
TUGAS BESAR MATA KULIAH : ANALISA DEFORMASI
DAN GEODINAMIKA
|
Gempa tektonik yang sering terjadi di Indonesia dikarenakan adanya
aktivitas di zona subduksi lempeng samudera dengan lempeng benua, baik
aktifitas subduksi di bagian selatan Indonesia antara lempeng Eruasia dengan
lempeng Indo-Australia maupun aktifitas subduksi di bagian timur Indonesia
antara lempeng Eruasia dengan lempeng Pasifik. Akumulasi gaya tekan oleh
tunjaman lempeng samudera menuju lempeng benua yang terus menerus dan tidak
bisa ditahan lagi dapat menyebabkan adanya release energi oleh
batuan yang bersifat kaku dan menjadikan batuan terebut akhirnya patah (sesar).
Release energi batuan ini menjadi
penyebab utama terjadinya gempa bumi tektonik, sehingga sebagian besar pusat
gempa (epicenter) berada di zona patahan atau zona sesar.
Wilayah Sulawesi dilalui oleh sebuah sesar besar aktif yang dikenal
dengan nama sesar Palu-Koro membentang dari Teluk Palu hingga ke lembah Koro
dan berbelok ke Sesar Matano di sebelah timur. Sesar Matano merupakan salah
satu sesar yang aktif di daratan Sulawesi yang memanjang dengan arah barat
laut – tenggara. Di daratan Sulawesi, sesar ini terukur sepanjang 170 km mulai
dari daerah pantai Bahodopi di Teluk Tolo, ke arah barat laut melewati
sepanjang lembah Sungai Larongsangi ke area di sebelah utara Desa Lampesue,
Petea, sepanjang pantai Danau Matano, Desa Matano dan menyambung di barat laut
dengan lembah Sungai Kalaena (Disaster Channel.co, 2017) . Di Sorowako, area
di antara sesar-sesar yang sejajar tersebut membentuk lembah besar dan dalam,
berupa Danau Matanao. Lembah ini terbentuk dari dua sesar sejajar yang
memanjang di sepanjang kedua sisi utara dan sisi selatan Danau Matano.
Mekanisme sesar ini adalah sesar geser kiri dengan pergeseran relative 5
mm/tahun. Sesar ini terbentuk sebagai hasil dari pergerakan lempeng Samudera
Pasifik yang bergerak ke arah barat. Pergerakan ini telah menghasilkan gaya
tekan di wilayah bagian timur Indonesia yang selanjutnya menghasilkan retakan
yang panjang mulai dari kepala burung Papua sampai daratan Sulawesi. Menurut
ahli geologi dalam (Disaster Channel.co, 2017) Sesar Palu-Koro
menyimpan gempa besar, yang bahkan lebih besar dari Sesar Semangko di Sumatra.
TINJAUAN PUSTAKA
Gelombang
energi gempa merambat menuju permukaan bumi menjadi 2 jenis, yaitu gelombang
badan (body wave) dan gelombang permukaan (surface wave). Gelombang badan
dibedakan menjadi 2, yaitu gelombang primer (P wave atau pressure wave), dan
gelombang sekunder (S wave atau shear wave). Demikian juga gelombang permukaan
dibedakan menjadi 2, yaitu gelombang Love (L wave) dan gelombang Reyleigh (R
wave). Gelombang primer (P wave) merupakan gelombang longitudinal, yaitu gerak
partikel searah dengan rambatan gelombang. Sedangkan gelombang sekunder (S
wave) merupakan gelombang transversal, yakni gerak pertikel tegak lurus dengan
rambatan gelombang. Gelombang Love (L wave) adalah gelombang geser yang
terpolarisasi secara horizontal. Sedangkan gelombang Rayleigh (R wave) adalah
gelombang yang gerak partikelnya menggulung seperti elips. Gempa dengan
gelombang P, S, L, dan R, bentuk rambatannya bervariasi dan saling
berinteraksi
Ada dua macam sesar berdasarkan
arah gerak relative hanging wall terhadap footwall, yaitu :
1.
Sesar turun (normal fault)
2.
Sesar naik (trust fault)
3.
Sesar geser
merupakan suatu kondisi dimana sesar yang terjadi
bergeser relative antara satu dengan yang lain.
Parameter patahan diantaranya adalah strike
yang menyatakan arah perpotongan antara permukaan bidang patahan yang diukur
searah jarum jam dari 0°-360°, dip yang merupakan sudut yang terbentuk dari
kemiringan patahan footwall searah jarum jam, dan rake (slip) merupakan sudut
yang dibentuk ketika patahan bergeser.
Berdasarkan arah slip, sesar secara umum dapat
dikategorikan sebagai berikut :
1. strike-slip, di mana
offset dominan horisontal, sejajar dengan jejak sesar.
2. dip-slip, di mana offset
dominan vertikal, tegak lurus dengan jejak sesar.
Untuk mengetahui pola bidang sesar dan pola patahan penyebab gempa
melalui informasi gelombang seismic yang dihasilkan, digunakanlah penggambaran
dan analisis focal mechanism yang didapat dari penentuan momen tensor. Focal
mechanism adalah penggambaran dari deformasi inelastis di kawasan sumber gempa
yang menghasilkan gelombang seismik (Rosyadi,
2017) .
Focal mechanism digambarkan melalui interpretasi diagram “beachball”,
tujuannya untuk merepresentasikan geometri momen tensor. Solusi focal
mechanism merupakan hasil analisis dari gelombang yang dihasilkan oleh gempa
dan direkam oleh sejumlah seismograf. untuk mendapatkan sebuah focal mechanism
sedikitnya diperlukan 10 rekaman yang diterima oleh seismograf di stasiun
gempa yang terdapat disekitar epicenter (pusat gempa). Informasi gempa yang
diperoleh melalui diagram ini diantaranya adalah origin time, lokasi pusat
gempa (epicenter), kedalaman (hypocenter), seismic moment (ukuran langsung
dari radiasi energy oleh gempa), kekuatan gempa (magnitude) dan 9 komponen
moment tensor. Dari momen tensor ini, diperoleh arah patahan. Momen tensor
dideskripsikan melalui 3 informasi utama yaitu P (mewakili tekanan,
compressive axes), T (tension) dan N ( Null).
Mekanisme geometri focal mechanism (Cronin, 2010)
Gambar disamping kanan
adalah ilustrasi gelombang pertama yang ditangkap seismograf di stasiun
gempa. Apabila gelombang pertama yang ditangkap “naik”, maka disebut P
wave (primer wave). Apabila yangpertama datang “turun” maka isebut S wave.
|
Mekanisme geometri focal mechanism (Cronin, 2010) memberikan
pemahaman bahwa apabila ada kejadian gempa yang gelombangnya ditangkap oleh
stasiun (contoh) A sampai dengan N, maka gelombang pertama yang diterima di
kelompokkan apakah gelombang P atau S. Symbol (●) menandakan P wave, symbol (◌)
menandakan S wave dan symbol (x) menandakan bahwa gelombang yang ditangkap
terlalu temah untuk diinterpretasikan. Plotting lokasi stasiun gempa terhadap
epicenter (symbol + ) berdasarkan azimuth antara epicenter gempa dengan
stasiun gempa (dalam contoh diatas dimisalkan az antara stasiun A dengan
epicenter adalah 50°). Apabila seluruh stasiun gempa disekitar epicentrum
memberikan informasi gelombang pertama yang ditangkap, selanjutnya
dikelompokkan seperti gambar (b), lalu dibuat nodal plane yang memisahkan
hasil plotting P wave dan S wave. Kemudian area P wave tersebut diisi (gambar
c) untuk mendapatkan geometri focal mechanism.
C. Focal Mechanism Solution (FMS) dari 3 Input Data
Metode lain dalam penggambaran focal mechanism adalah melalui infomasi
slip vector dari gempa yang dihasilkan yang di kumpulkan dan diintrepetasikan
oleh organisasi seperti USGS. Slip
vector utama yang digunakan dalam penggambaran FMS yaitu komponen dip, strike,
dan rake. Untuk menggambarkan focal mechanism dari data FMS dengan input 3
slip vector utama, maka hal – hal yang perlu diperhatikan adalah azimuth (gambar
a, dip azimuth (f) untuk menggambarkan jejak fault plane adalah 115° dengan
plunge (dip angle = 35°), dan azimuth hanging wall slip vektor adalah 50°).
Menurut teori tektonik
lempeng, Sulawesi merupakan pulau yang dibangun oleh benturan antara massa
dari Sundaland (Indonesia Barat) dan massa dari Australia dan massa samudera
yang semula terletak di antara Sundaland dan Australia sebelum keduanya
berbenturan. Secara sederhana, bisa disebut bahwa Sulawesi Barat (termasuk
Sulawesi Selatan) adalah bagian Sundaland yang berpindah ke timur menempati
posisinya sekarang sejak sekitar 50 juta tahun lalu dengan terbukanya Selat
Makassar, Sulawesi Utara merupakan busur, Sulawesi Tengah-Sulawesi
Timur-Sulawesi Tenggara merupakan wilayah benturan yang disusun oleh batuan
samudera dan batuan metamorf hasil subduksi dan benturan yang sangat rumit
yang terjadi antara 30-5 juta tahun yang lalu. Dan Kepulauan Banggai-Sula
serta Buton-Tukang Besi benar-benar merupakan mikrokontinen (benua kecil) asal
Australia yang menubruk Sulawesi Timur diperkirakan antara 15-5 juta tahun
yang lalu (Satyana, 2014) .
Skema Tumbukan
Lempeng Samudera dengan Lempeng Benua
|
Tectonic
escape disebut juga Extrusion Tectonics (artinya mirip yaitu gerak ke luar,
menjauh, ekstrusi, suatu segmen kerak Bumi menjauhi pusat benturan) dimana di
sekitar area benturan biasanya ada segmen-segmen kerak Bumi yang bergerak
menjauhinya sebagai bagian kompensasi tektonik, atau aksi-reaksi. Aksi adalah
benturan/collision/docking, reaksi adalah post-collision tectonic
escape/extrusion tectonics “pelarian tektonik” yaitu gejala tektonik berupa
berpindahnya massa kerak Bumi menjauhi pusat docking atau benturan melalui
sesar-sesar/patahan mendatar yang besar atau melalui retakan kerak Bumi yang
bersifat ekstensional, membuka. Akibat adanya gaya aksi reaksi ini, sesar / patahan di pulau Sulawesi memiliki
kondisi yang kompleks dan tidak beraturan.
(a) Simulasi Gaya Aksi Reaksi Sulawesi (Post-Docking Structure)
(b) Sesar yang Timbul Akibat Sulawesi Post Docking Structure
(c ) Pergerakan Relatif Sesar-sesar di Pulau Sulawesi (Celebes). (Utomo, 2014)
ANALISIS
Berdasarkan data yang direkam oleh berbagai stasiun
gempa di seluruh dunia dan di kumpulkan oleh USGS, didapatkan sebaran gempa di
Indonesia dalam kurun waktu 1 Januari – 15 November 2017 adalah sebagai
berikut :
Sedangkan untuk
mekanisme focus dari data gempa tersebut dan informasi geologi tentang sesar
yang diperoleh dari website globalcmt didapatkan hasil plotting sebagai
berikut :
Untuk kejadian
gempa di wilayah Sulawesi, dalam pembahasan ini di fokuskan terhadap aktivitas
kegempaan yang terjadi di Sulawesi Tengah disekitar Bandar Udara Kasigincu –
Poso karena berdasarkan informasi kegempaan melalui website USGS diperoleh
informasi gempa yang berintensitas tinggi diwilayah ini (Tabel 1).
Tabel 1. Kejadian Gempa di Kasigincu Sulawesi Tengah Januari-November
2017
No.
|
Waktu
Gempa
|
Episentrum
|
Hiposen-
trum
|
Kekuatan
(SR)
|
Keterangan
Lokasi
|
||||
Tanggal
|
Jam
|
Bujur
|
Lintang
|
||||||
1
|
29/05/2017
|
15:47:46.430Z
|
120.4838
|
-1.3027
|
10
|
5.1
|
23km
|
NW
|
Kasiguncu
|
2
|
29/05/2017
|
07:38:41.960Z
|
120.4838
|
-1.2974
|
10
|
4.7
|
23km
|
NW
|
Kasiguncu
|
3
|
29/05/2017
|
14:35:21.510Z
|
120.4649
|
-1.315
|
10
|
5
|
24km
|
WNW
|
Kasiguncu
|
4
|
29/05/2017
|
15:18:46.890Z
|
120.4663
|
-1.2686
|
15.31
|
4.5
|
26km
|
NW
|
Kasiguncu
|
5
|
29/05/2017
|
14:53:41.780Z
|
120.4503
|
-1.2739
|
10
|
5.3
|
28km
|
NW
|
Kasiguncu
|
6
|
29/05/2017
|
05:59:17.470Z
|
120.4313
|
-1.2923
|
12
|
6.6
|
28km
|
WNW
|
Kasiguncu
|
7
|
29/05/2017
|
09:15:09.970Z
|
120.457
|
-1.2182
|
10
|
4.5
|
31km
|
NW
|
Kasiguncu
|
8
|
29/05/2017
|
17:02:15.320Z
|
120.3987
|
-1.2988
|
10
|
4.5
|
31km
|
WNW
|
Kasiguncu
|
9
|
29/05/2017
|
13:01:57.910Z
|
120.4189
|
-1.2496
|
10
|
4.6
|
32km
|
NW
|
Kasiguncu
|
10
|
29/05/2017
|
16:23:53.850Z
|
120.4176
|
-1.2372
|
10
|
5
|
33km
|
NW
|
Kasiguncu
|
11
|
29/05/2017
|
15:14:59.570Z
|
120.4009
|
-1.2497
|
10
|
5.1
|
34km
|
NW
|
Kasiguncu
|
12
|
29/05/2017
|
04:51:35.280Z
|
120.3844
|
-1.2748
|
10
|
4.6
|
34km
|
WNW
|
Kasiguncu
|
13
|
30/05/2017
|
11:21:01.040Z
|
120.5086
|
-1.3808
|
10
|
4.9
|
16km
|
WNW
|
Kasiguncu
|
14
|
30/05/2017
|
04:42:03.690Z
|
120.5208
|
-1.2713
|
10
|
4.9
|
22km
|
NW
|
Kasiguncu
|
15
|
30/05/2017
|
05:55:21.510Z
|
120.5709
|
-1.1926
|
10
|
4.5
|
29km
|
NNW
|
Kasiguncu
|
16
|
31/05/2017
|
11:04:31.480Z
|
120.6301
|
-1.1906
|
10
|
4.8
|
25km
|
N
|
Kasiguncu
|
17
|
02/06/2017
|
04:35:10.710Z
|
120.5324
|
-1.2306
|
19.92
|
4.5
|
25km
|
NNW
|
Kasiguncu
|
18
|
02/06/2017
|
11:14:13.160Z
|
120.4977
|
-1.2263
|
10
|
5
|
27km
|
NW
|
Kasiguncu
|
19
|
06/06/2017
|
08:08:35.770Z
|
120.5419
|
-1.2843
|
10
|
4.5
|
19km
|
NW
|
Kasiguncu
|
20
|
07/06/2017
|
11:49:39.210Z
|
120.4132
|
-1.3239
|
10
|
4.7
|
29km
|
WNW
|
Kasiguncu
|
21
|
09/06/2017
|
09:10:14.280Z
|
120.6185
|
-1.341
|
10
|
4.9
|
9km
|
NNW
|
Kasiguncu
|
22
|
25/06/2017
|
09:24:34.440Z
|
120.5997
|
-1.316
|
10
|
4.7
|
13km
|
NNW
|
Kasiguncu
|
23
|
06/07/2017
|
20:49:18.000Z
|
120.3604
|
-1.2484
|
10
|
4.6
|
37km
|
WNW
|
Kasiguncu
|
24
|
21/08/2017
|
13:40:55.610Z
|
120.5523
|
-1.3753
|
43.31
|
4.6
|
12km
|
WNW
|
Kasiguncu
|
25
|
23/10/2017
|
08:43:02.910Z
|
120.3093
|
-1.3246
|
10
|
4.5
|
39km
|
WNW
|
Kasiguncu
|
26
|
02/11/2017
|
10:44:36.970Z
|
120.5152
|
-1.2388
|
10
|
5.1
|
25km
|
NW
|
Kasiguncu
|
Dari table 1 diatas dan gambar (d) dibawah, dapat diketahui bahwa ada
sedikitnya 12 gempa dangkal (kedalaman 0-20 km) yang terjadi di sekitar kota
Poso Sulawesi Tengah tepatnya di daerah sekitar Bandar Udara Kasiguncu (gambar
d) dalam kurun waktu 1 hari yaitu pada tanggal 29 Mei 2017 (Grafik 1).
Kemudian disusul 3 gempa keesokan harinya pada tanggal 30 Mei 2017 dan
berlanjut hingga 9 Juni 2017. Aktifitas gempa di wilayah ini kemudian menurun
dengan hanya ada 1 gempa dalam satu hari perbulan dari bulan Juli hingga
November 2017.
Grafik 1
Hasil plotting melalui software GMT didapatkan sebaran kejadian
gempa di Sulawesi dan Kasiguncu adalah sebagai berikut :
(d) Hasil Plotting Gempa Tektonik yang terjadi di Sulawesi Selama
Januari –November 2017 (USGS, 2017)
(e) Hasil Plotting Focal Mechanism Tektonik yang terjadi di
Sulawesi Selama Januari – November 2017 (Diambil dari CMT)
Rangkuman persentase kejadian gempa di wilayah sekitar Bandara Kasiguncu
pada bulan tersebut dapat dilihat pada grafik disamping, dimana 46% gempa yang
terjadi di wilayah ini terjadi pada tanggal 29 Mei 2017 yang menandakan adanya
aktifitas patahan yang cukup instens di sekitar Bandara Kasiguncu pada bulan
tersebut. Kemudian berangsur menurun hingga bulan November.
|
Grafik 3
Resiko Kerusakan Gempa 6,6
SR pada tanggal
29 Mei 2017
|
Menurut data dari USGS yang ditunjukkan
pada grafik 3 diatas, bahwa gempa tersebut memiliki potensi tsunami dengan resiko
kerusakan 65%. Mekanisme fokus (focal mechanism gambar (e)) gempa 6,6 SR
tersebut tercantum pada diagram beachball dibawah ini yang digambarkan
berdasarkan informasi nodal plane yang terjadi di 28 km WNW Kasiguncu. Dari
informasi tersebut dapat disimpulkan bahwa patahan yang terjadi pada gempa di
28 km WNW Kasiguncu tanggal 29 Mei 2017 di sesar Poso adalah kombinasi sesar
geser dengan patahan normal dimana besarnya rake antara -84° sampai dengan -110°.
KESIMPULAN
Sesar Palu – Koro & sesar
Matano merupakan sesar (patahan) hasil proses tumbukan yang kompleks antara
lempeng samudera dan lempeng benua. Sesar Palu Koro membelah Pulau Sulawesi
menjadi 2 bagian, yaitu bagian barat dan bagian timur dimana wilayah utara
merupakan busurnya. Bagian barat Pulau Sulawesi ini merupakan bagian dari
lempeng Benua Eurasia, sedangkan Bagian Timur sisi selatan merupakan bagian
lempeng Samudera (lempeng Indo-Australia) dan sebagian Bagian Timur sisi
tengah merupakan pertemuan antara lempeng samudera pasifik dan lempeng
Filipina yang bergerak menumbuk Halmahera. Akibat kondisi yang kompleks ini,
munculah sesar-sesar kecil aktif yang tidak beraturan tersebar di wilayah
bagian timur Pulau Sulawesi. Sehingga berpotensi gempa dengan intensitas tinggi
seperti yang tejadi di sekitar Bandar Udara Kasigincu – Poso Sulawesi Tengah. Dari
16 Gempa yang terjadi dari tanggal 29 Mei sampai dengan 31 Mei 2017, ada
setidaknya 2 gempa dangkal berkekuatan 5,5 SR yang berpotensi tsunami dan 1
gempa berkekuatan 6,6 SR yang berpotensi tsunami dengan resiko kerusakan
sebesar 65%. Gempa terbesar ini terjadi pada tanggal 29 Mei 2017 pada
kedalaman 12 km di 23 WNW Kasiguncu, dengan sudut yang dibentuk ketika patahan
bergeser (rake) antara -84° sampai dengan -110° yang tergolong dalam mekanisme
focus kombinasi sesar geser dan normal fault.
DAFTAR PUSTAKA
Cronin, V. (2010). A Primer on Focal Mechanism
Solutions for Geologist. Baylor University.
Disaster Channel.co.
(2017). Disaster Channel.co. Retrieved from Disaster Channel.co:
http://disasterchannel.co/2017/06/21/wawancara-dengan-para-ahli-geologi-soal-berbagai-sesar-penghasil-gempa-di-sulawesi-tengah/
Disaster Channel.co.
(2017). Disaster Channel.co. Retrieved from Disaster Channel.co: (https://www.iagi.or.id/gempa-terkait-sesar-aktif-palu-koro-matano.html)
IAGI (Ikatan Ahli
Geologi Indonesia). (2017, 6 9).
Retrieved 12 6, 2017, from www.iagi.or.id:
https://www.iagi.or.id/mengenal-sesar-matano-gempanya.html
Rosyadi, F. (2017). Studi
Focal Mechanism di Jawa Barat dan Sekitarnya. Bandung: Departemen Fisika -
Institut Teknologi Bandung.
Satyana, A. (2014, Agustus
21). Catatan Kecil Pak Awang. Retrieved Desember 11 , 2017, from
http://awangsatyana.blogspot.co.id/2014/08/sulawesi-pulau-terbalik.html
USGS. (2017). M 6.6 -
28km WNW of Kasiguncu, Indonesia. Retrieved Desember 11, 2017, from USGS -
Science for a Changing World - Earthquake Hazard Program:
https://earthquake.usgs.gov/earthquakes/eventpage/us10008w1z#moment-tensor
Utomo, Y. W. (2014,
November 15). National Geographic Indonesia. Retrieved Desember 11,
2017, from
http://nationalgeographic.co.id/berita/2014/11/mengapa-potensi-gempa-sulawesi-utara-dan-maluku-tinggi
Comments
Post a Comment