menjadi yang seharusnya
sudah 25 hari sejak kakakku masuk pendidikan secapa akhir tahun 2018 lalu. aku menjadi full time nanny untuk keponakan semata wayangku. cucu satu-satunya kedua orang tuaku. keputusanku untuk resign 7 bulan yang lalu ternyata tepat. ada amanah besar yang menantiku di tahun 2019 ini. bukan karir, bukan gaji, namun sedekah amal untuk keluarga yang tidak pernah aku lakukan sepanjang 29 tahun umurku kuhabiskan.
masih sangat kuingat sekitar 6 bulan sebelum kakakku memutuskan untuk mendaftar di pendidikan itu, betapa khawatirnya dia tentang anaknya apabila dia berhasil lolos dan masuk pendidikan. kakakku sangat mencintai anaknya perempuannya yang masih berumur 10 tahun itu. penyesalannya ketika menjadi ibu muda sepertinya membuatnya tidak bisa lepas dari putrinya itu. dulu, keponakanku hampir tak pernah mendapat kasih sayang ibunya sejak lahir hingga berusia 4 tahun. kakakku adalah seorang atlet penembak nasional sewaktu dia muda. sehingga waktunya habis untuk berlatih, dan lomba. hingga pada akhirnya dia harus berpisah dengan suaminya saat keponakanku berusia 3 tahun. itulah yang menjadikannya berat untuk meninggalkan putrinya lagi, setahun kedepan. namun aku dan mamaku adalah orang yang sangat bar-bar mendukung dia untuk menempuh pendidikan secapa. alasannya simpel, supaya tidak ada lagi yang berani-beraninya menyuruh dia masak air dan bikin kopi dikantor. aku pernah menyaksikan dan sempat murka dengan orang-orang dilingkungan kerja kakakku yang seenaknya saja menyuruh dia melakukan hal-hal receh yang seolah-olah dia tidak punya ketrampilan apapun. aku tidak bercerita hal ini kepadanya, hanya kepada ibuku, dan ibuku seketika berubah menjadi bar-bar tidak terima anaknya diperlakukan seperti itu.
singkat cerita, waktu sudah mendekati tanggal keberangkatannya. aku yang dulu sangat bar-bar mendadak menjadi ciut karena menjadi full time nanny bagi keponakan semata wayangku sudah semakin dekat. full time nanny, ringan kalau di dengar namun berat kalau dijalankan. yang artinya aku harus menyiapkan semua keperluannya dari bangun tidur hingga tidur lagi. aku sudah tidak memiliki waktu lagi untuk glundungan maen instragam di atas kasurku yang sangat posesif setelah shalat subuh. aku harus bergegas, masak nasi..masak sayur..goreng lauk..bikin susu..ngambilin baju sekolahnya..nyisir dan nguncir rambutnya..nyuapin makannya..kontrol uang jajannya..dan nganter sekolah. pagi yang hectic, yang berlangsung selama 2,5 jam setiap hari. kemudian,,karena orang tua kami tinggal di kampung, aku harus mengurus semua pekerjaan rumah mulai dari nyapu, ngepel, cuci piring, cuci baju, setrika dan belanja kepasar.
2 minggu pertama aku pernah menangis sekeras kerasnya didapur, karena aku terlambat bangun. pukul 5.10 aku baru mencuci beras untuk dimasak. dan mulai mengiris-iris sayuran sebisaku. namun, hingga pukul 6.15 nasi belum matang, sayuran masih sangat panas belum bisa dimakan, dan laukknya masih matang sebagian kecil. dan soal rasa,,,jangan tanya. 2 minggu yang telah kulalui merupakan diklat masak otodidak ku. seumur-umur aku nggak bisa masak. pernah beberapa kali mencoba masak, namun tak satupun keluargaku yang bersedia makan, karena tidak enak. 2 macam masakan yang kuhasilkan, yaitu : gosong, dan rasa yang hambar. dan sepanjang 2 minggu diklatku itu, aku setiap hari mendapat komplain dari keponakanku yang memiliki indera perasa yang tajam (baca : suka pilih-pilih makanan) dan orang tuaku yang tidak mempercayai hasil masakanku. aku sudah menahan sedih sejak 2 minggu yang lalu, dan hari itu semua berantakan..keponakanku menolak mentah-mentah masakan yang tidak siap itu, dia berangkat sekolah tanpa sarapan. air mataku tumpah.
masa 2 minggu pertama itu benar-benar sulit. bagiku dan juga bagi keponakanku. masa peralihan pendidikan dari mamanya yang nurutin semua kemauan dia ke pendidikanku yang membatasi semuanya. mulai dari kebiasaan beli nasi goreng setiap malam, makan keringan tanpa sayur, es krim setiap sore, dan cireng hampir setiap malam hingga kebiasaannya untuk tidak tidur siang aku hapuskan. aku menerapkan peraturan baru yang membuatnya tertekan, aku mewajibkan untuknya tidur siang, membereskan meja belajar setiap malam, menggantung semua pakaian habis pakai di tempat hangeran, meletakkan piring kotor ditempatnya, memakai helm setiap kali berangkat dan pulang les, merapikan squishy setiap selesai bermain, menabung dan tidak menghabiskan jatah uang jajan mingguannya, pergi ke mall kalau ada uang sisa dari tabungannya, dan mencatat semua pengeluaran dan pemasukkan uang jajan di akhir minggu. kamipun sering bersi tegang, dan pada akhirnya dia mengungkapkan semua sedihnya disurat ini :
sejujurnya aku sangat sedih membacanya. aku telah terlalu keras padanya, hingga aku menurunkan standar peraturanku sendiri. setiap malam, sepulang les,,aku menawarinya makan diluar. dia girang sekali namun sudah tak sebebas pada waktu dulu, dia mempertimbangkan dan menghitung sudah berapa kali dalam seminggu dia makan diluar. kami akhirnya punya jalan tengah.
diminggu ketiga, aku sudah melihat perubahan sikapnya. sekarang dia menjadi lebih mau mendengarkanku. membereskan bungkus nasi goreng dan membuangnya ke tempat sampah, meletakkan piring bekas makan ketempatnya tanpa kusuruh, membereskan meja belajar dan squishynya dalam sekali teguran, tidur siang tanpa diteriakin, mau makan sayur, menghabiskan susunya, menabung untuk ulang tahun temannya mandi dengan bersih dan keramas setiap rambutnya kotor tanpa dimarahin serta tidak membeli mainan yang menurutku tidak berguna.
akupun semakin baik dalam mengontrol bicaraku padanya, masakanku semakin berasa dan dia menyukainya, aku semakin tidak malas untuk mencuci bajuku dan bajunya serta menyetrika dengan senang hati sebanyak apapun itu. hal yang tidak kulakukan ketika kakakku masih dirumah. T.T
aku sangat bersyukur berada di kondisi ini sekarang. karena aku merasa, mungkin seumur hidup aku tidak akan pernah bisa memasak bila tidak terpaksa seperti ini. aku terpaksa karena dia harus makan sayur, kalau beli terus uang kakakku yang dititipkan padaku tidak akan pernah cukup.
aku sangat bersyukur, meskipun resikonya adalah aku tidak ada keinginan lagi untuk menyelesaikan tesisku. astagfirullah
singkat cerita, waktu sudah mendekati tanggal keberangkatannya. aku yang dulu sangat bar-bar mendadak menjadi ciut karena menjadi full time nanny bagi keponakan semata wayangku sudah semakin dekat. full time nanny, ringan kalau di dengar namun berat kalau dijalankan. yang artinya aku harus menyiapkan semua keperluannya dari bangun tidur hingga tidur lagi. aku sudah tidak memiliki waktu lagi untuk glundungan maen instragam di atas kasurku yang sangat posesif setelah shalat subuh. aku harus bergegas, masak nasi..masak sayur..goreng lauk..bikin susu..ngambilin baju sekolahnya..nyisir dan nguncir rambutnya..nyuapin makannya..kontrol uang jajannya..dan nganter sekolah. pagi yang hectic, yang berlangsung selama 2,5 jam setiap hari. kemudian,,karena orang tua kami tinggal di kampung, aku harus mengurus semua pekerjaan rumah mulai dari nyapu, ngepel, cuci piring, cuci baju, setrika dan belanja kepasar.
2 minggu pertama aku pernah menangis sekeras kerasnya didapur, karena aku terlambat bangun. pukul 5.10 aku baru mencuci beras untuk dimasak. dan mulai mengiris-iris sayuran sebisaku. namun, hingga pukul 6.15 nasi belum matang, sayuran masih sangat panas belum bisa dimakan, dan laukknya masih matang sebagian kecil. dan soal rasa,,,jangan tanya. 2 minggu yang telah kulalui merupakan diklat masak otodidak ku. seumur-umur aku nggak bisa masak. pernah beberapa kali mencoba masak, namun tak satupun keluargaku yang bersedia makan, karena tidak enak. 2 macam masakan yang kuhasilkan, yaitu : gosong, dan rasa yang hambar. dan sepanjang 2 minggu diklatku itu, aku setiap hari mendapat komplain dari keponakanku yang memiliki indera perasa yang tajam (baca : suka pilih-pilih makanan) dan orang tuaku yang tidak mempercayai hasil masakanku. aku sudah menahan sedih sejak 2 minggu yang lalu, dan hari itu semua berantakan..keponakanku menolak mentah-mentah masakan yang tidak siap itu, dia berangkat sekolah tanpa sarapan. air mataku tumpah.
masa 2 minggu pertama itu benar-benar sulit. bagiku dan juga bagi keponakanku. masa peralihan pendidikan dari mamanya yang nurutin semua kemauan dia ke pendidikanku yang membatasi semuanya. mulai dari kebiasaan beli nasi goreng setiap malam, makan keringan tanpa sayur, es krim setiap sore, dan cireng hampir setiap malam hingga kebiasaannya untuk tidak tidur siang aku hapuskan. aku menerapkan peraturan baru yang membuatnya tertekan, aku mewajibkan untuknya tidur siang, membereskan meja belajar setiap malam, menggantung semua pakaian habis pakai di tempat hangeran, meletakkan piring kotor ditempatnya, memakai helm setiap kali berangkat dan pulang les, merapikan squishy setiap selesai bermain, menabung dan tidak menghabiskan jatah uang jajan mingguannya, pergi ke mall kalau ada uang sisa dari tabungannya, dan mencatat semua pengeluaran dan pemasukkan uang jajan di akhir minggu. kamipun sering bersi tegang, dan pada akhirnya dia mengungkapkan semua sedihnya disurat ini :
sejujurnya aku sangat sedih membacanya. aku telah terlalu keras padanya, hingga aku menurunkan standar peraturanku sendiri. setiap malam, sepulang les,,aku menawarinya makan diluar. dia girang sekali namun sudah tak sebebas pada waktu dulu, dia mempertimbangkan dan menghitung sudah berapa kali dalam seminggu dia makan diluar. kami akhirnya punya jalan tengah.
diminggu ketiga, aku sudah melihat perubahan sikapnya. sekarang dia menjadi lebih mau mendengarkanku. membereskan bungkus nasi goreng dan membuangnya ke tempat sampah, meletakkan piring bekas makan ketempatnya tanpa kusuruh, membereskan meja belajar dan squishynya dalam sekali teguran, tidur siang tanpa diteriakin, mau makan sayur, menghabiskan susunya, menabung untuk ulang tahun temannya mandi dengan bersih dan keramas setiap rambutnya kotor tanpa dimarahin serta tidak membeli mainan yang menurutku tidak berguna.
akupun semakin baik dalam mengontrol bicaraku padanya, masakanku semakin berasa dan dia menyukainya, aku semakin tidak malas untuk mencuci bajuku dan bajunya serta menyetrika dengan senang hati sebanyak apapun itu. hal yang tidak kulakukan ketika kakakku masih dirumah. T.T
aku sangat bersyukur berada di kondisi ini sekarang. karena aku merasa, mungkin seumur hidup aku tidak akan pernah bisa memasak bila tidak terpaksa seperti ini. aku terpaksa karena dia harus makan sayur, kalau beli terus uang kakakku yang dititipkan padaku tidak akan pernah cukup.
aku sangat bersyukur, meskipun resikonya adalah aku tidak ada keinginan lagi untuk menyelesaikan tesisku. astagfirullah
Comments
Post a Comment