rumah kardus
kali ini cerita tentang bagaimana perubahan manusia setelah terbentur berbagai halangan dalam hidup yang tak pernah ada habisnya. subyeknya tetap, yaitu saya. tokoh utama dalam blog ini.
bagi sebagian orang menceritakan pengalaman hidupnya kepada orang lain, lebih mudah daripada harus menulis. tapi tidak bagi sebagian orang termasuk saya. saya termasuk manusia yang jarang sekali berbagi masalah pribadi. bukan karena saya orang yang introvert keras, namun karena saya khawatir bahwa saya tak sanggup menahan air mata saat lisan ini menari untuk merangkai kata. merangkai kata yang sumbernya berawal dari hati, bagi saya sama dengan sebuah proses menyiapkan, memilih, memilah dan menata hati sebelum semua rahasia terungkap dalam sebuah bahasa lisan yang bisa dimengerti orang lain. itu seperti mengorek bekas luka, lebih melelahkan daripada menjalani benturan hidup itu sendiri. saya, lebih memilih mengungkapkan semua-nya sejujur-jururnya tentang suara hati ini dalam diam, dalam keheningan melalui tulisan. tak perlu ada perasaan khawatir dengan dinding pertahanan yang saya bangun akan roboh saat orang lain mengetahui bahwa saya tak setegar seharusnya. ingatkah, saat rumah kardus dibangun tanpa rangka...dia hanya berdiri, namun tidak untuk disandari. dia hanya tempat istirahat sebelum angin, dan hujan menghadang, sebelum kawanan rayap kecil menggerogoti dan menjadikan dinding rumah kardus itu bagai serpihan tak bermakna. itulah dinding pertahanan itu. maka jangan tanya mengapa saya menjadi orang yang tertutup tentang masalah pribadi.
untuk pertama kalinya saya melihat cara manusia mengambil langkah untuk hidupnya benar-benar tak ada yang bisa menebak. ketika seseorang melewati berbagai macam kerikil dan jurang dalam perjalanan hidupnya, banyak sekali orang yang tertantang untuk melihat dimana limit mereka. saya mungkin dulu begitu, tapi entah kenapa saat ini saya adalah pribadi yang berbeda 180 derajat. sempat saya berfikir, bahwa saya bukanlah saya. saya terkejut ketika menemui diri saya sekarang yang apatis dan pemalas. yang saya cari adalah kebahagiaan, saya telah meninggalkan target-target yang melelahkan. dalam sujud sore tadi, saya menemukan bahwa segala masalah dipekerjaan yang saya rasa tak pernah berhasil itu ternyata menjadikan trauma yang mungkin saja mendalam. hingga saya membutuhkan waktu yang jauh lebih lama untuk pulih, dan percaya dengan kemampuan saya lagi. saya seperti telah meletakkan segalanya. segalanya. kemudian saya bertanya-tanya apakah saya bahagia ? ya, saya sangat bahagia. lalu apa yang masih mengganjal dihati saya ? ya, saya khawatir bahwa saya akan terlena dengan kondisi ini. saya khawatir dengan masa depan saya. sangat khawatir. dan saya bertanya, apakah saya kehilangan arah ? tidak. hanya saja saya sangat takut bahwa inilah cobaan yang sesungguhnya. saya sangat khawatir.
Comments
Post a Comment